Kumpulan Kata-Kata Novel Tereliye
Kumpulan Kata-Kata Novel Tereliye - Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere Liye menikah dengan Ny.Riski Amelia dan di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Seperti di sebutkan di atas, Tere Liye tumbuh di Sumatera Pedalaman. Ia berasal dari keluarga sederhana yang orang tuanya berprofesi sebagai petani biasa. Anak ke enam dari tujuh bersaudara ini sampai saat ini telah menghasilkan 14 karya. Bahkan beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar.Berikut saya tulis karya Tere Liye, semoga bisa menjadi bahan referensi :
Ø Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum,2010)
Ø Pukat (Penerbit Republika, 2010)
Ø Burlian (Penerbit Republika, 2009)
Ø Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2005)
Ø Moga Bunda Disayang Alloh (Penerbit Republika, 2005)
Ø The Gogons Series : James & Incridible Incodents (Gramedia Pustaka Umum, 2006)
Ø Bidadari – Bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008)
Ø Sang Penandai (Penerbit Serambi, 2007)
Ø Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Grafindo 2006 & Republika 2009)
Ø Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (Penerbit AddPrint, 2005)
Ø Cintaku Antara Jakarta dan Kualal Lumpur (Penerbit AddPrint, 2006)
Ø Senja Bersama Rosie (Penerbit Grafindo, 2008)
Ø Eliana, Serial Anak-Anak Mamak
“Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau
lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin kerana kekurangan
fizikal, tidak ada kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia
yang amat keterlaluan mencintai harta dan penampilan wajah.) Yakinlah,
wanita-wanita solehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan
indah, bersedekah dan berkongsi, berbuat baik dan bersyukur. Kelak di
hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari syurga. Dan khabar
baik itu pastilah benar, bidadari syurga parasnya cantik luar biasa.”
― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Bukankah kepercayaan itu sebuah rasionalitas ilmiah?”
― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Jika kita ibaratkan, maka peradaban manusia persis seperti roda. terus berputar. Naik-turun. Mengikuti siklusnya.”
― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Filosofi padi, "semakin berisi maka padi akan semakin merunduk",
maknanya "semakin kita merasa bisa maka kita harus bisa semakin merasa”
― Tere Liye, Pukat
“Ya Rabb, Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan
atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan
itu juga akan kembali kepadaMu. Kami hanya menerima titipan. Dan semua
itu ada sungguh karenaMu...
Katakanlah wahai semua pencinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu
hanya karenaNya. Katakanlah semua kehidupan itu hanya karena Allah.
Katakanlah semua getar-rasa itu hanya karena Allah. Dan semoga Allah
yang Maha Mencinta, yang Menciptakan dunia dengan kasih-sayang
mengajarkan kita tentang cinta sejati.
Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatNya.
Semoga Allah sungguh memberikan kesempatan kepada kita untuk
memandang wajahNya. Wajah yang akan membuat semua cinta dunia layu bagai
kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu bagai api yang tak pernah panas
membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak membeku. ”
― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Maha Suci Engkau Ya Allah, yang telah menciptakan perasaan. Maha
Suci Engkau yang telah menciptakan ada dan tiada. Hidup ini adalah
penghambaan. Tarian penghambaan yang sempurna. Tak ada milik dan pemilik
selain Engkau. Tak ada punya dan mempunyai selain Engkau.
Tetapi mengapa Kau harus menciptakan perasaan? Mengapa Kau harus
memasukkan bongkah yang disebut dengan "perasaan" itu pada mahkluk
ciptaanMu? Perasaan kehilangan...perasaan memiliki...perasaan
mencintai...
Kami tak melihat, Kau berikan mata; kami tak mendengar, Kau berikan
telinga; Kami tak bergerak, Kau berikan kaki. Kau berikan berpuluh-puluh
nikmat lainnya. Jelas sekali, semua itu berguna! Tetapi mengapa Kau
harus menciptakan bongkah itu? Mengapa Kau letakkan bongkah perasaan
yang seringkali menjadi pengkhianat sejati dalam tubuh kami. Mengapa? ”
― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“saudara-saudara kita menjadi tameng api neraka kita , maka berbuat
baiklah pada mereka ...sungguh, saudara kita akan menjadi penghalang
siksa dan azab himpitan liang kubur..”
― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Delisa cinta ummi karena Allah.”
― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Bagi manusia, hidup itu juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi
manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa.
Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan
orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi,
kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis
kehidupanmu.... Saling mempengaruhi, saling berinteraksi.... Sungguh
kalau kulukiskan peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang
jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar.
Indah. Sungguh indah. Sama sekali tidak rumit.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Begitulah kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita
tahu. Yakinlah, dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat
jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu
itu sendiri.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Andaikata semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti
masih ada sepotong bagian yang menyenangkan. Kemudian kau akan membenak
pasti ada sesuatu yang jauh lebih indah dari menatap rembulan di langit.
Kau tidak tahu apa itu, karna ilmumu terbatas. Kau hanya yakin , bila
tidak di kehidupan ini suatu saat nanti pasti akan ada yang lebih
mempesona dibanding menatap sepotong rembulan yang sedang bersinar
indah.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Hanya orang-orang dengan hati damailah yang boleh menerima kejadian buruk dengan lega.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Semua orang selalu diberikan kesempatan untuk kembali. Sebelum mau
menjemput, sebelum semuanya benar-benar terlambat. Setiap manusia
diberikan kesempatan mendapatkan penjelasan atas berbagai pertanyaan
yang mengganjal hidupnya.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Orang-orang yang memiliki tujuan hidup, tahu persis apa yg hendak
dicapainya, maka baginya semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan,
harga tujuan tersebut. Dan sebaliknya.”
― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“kebahagiaan adalah kesetiaan.. setia atas indahnya merasa cukup..
setia atas indahnya berbagi.. setia atas indahnya ketulusan berbuat
baik..”
― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Benarlah. Jika kalian sedang bersedih, jika kalian sedang terpagut
masa lalu menyakitkan, penuh penyesalah seumur hidup, salah satu obatnya
adalah dengan menyadari masih banyak orang lain yang lebih sedih dan
mengalami kejadian lebih menyakitkan dibandingkan kalian. Masih banyak
orang lain yang tidak lebih beruntung dibandingkan kita. Itu akan
memberikan pengertian bahwa hidup ini belum berakhir. Itu akan membuat
kita selalu meyakini : setiap makhluk berhak atas satu harapan.”
― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Ibu, rasa nyaman selalu membuat orang-orang sulit berubah.
Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau kami sudah terjebak oleh
perasaan nyaman itu... Padahal di luar sana, di tengah hujan deras,
petir, guntur, janji kehidupan yang lebih baik boleh jadi sedang
menanti. Kami justru tetap bertahan di pondok reot dengan atap rumbia
yang tampias di mana-mana, merasa nyaman, selalu mencari alasan untuk
berkata tidak atas perubahan, selalu berkata 'tidak'...
Ibu, rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah.
Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang kami
takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi... Kami hanya
gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya
mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu, bahkan kami tega
menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau
berubah.”
― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Gadis kecil itu benar sekali.. mengapa dunia diciptakan dengan
penuh perbedaan. Yang satu dilebihkan dari yang lain... ada yang bisa
melihat. Bisa mendengar, ada juga yang tidak. Ada yang cerdas, ada yang
tidak. Apakah semua itu adil? Apakah takdir itu adil? Padahal bukankah
semua pembeda itu hanyalah semu. Tidak hakiki. Ketika sang waktu
menghabisi segalanya, bukankah semua manusia sama...”
― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Hidup harus terus berlanjut,tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yg menjadi obat”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Penjajah itu tidak tahu kekuatan bersabar. Kekuatan ini bahkan
lebih besar dibandingkan peledak berhulu nuklir. Alam semesta selalu
bersama orang-orang yang sabar.”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Dengan kesederhanaan hidup bukan berati tidak ada kebahagian,
kebahagian ada pada seberapa besar keberartian hidup kita untuk hidup
orang lain dan sekitar, yap seberapa besar kita menginspirasi mereka.
Kebahagian ada pada hati yang bersih, lapang dan bersyukur dalam setiap
penerimaan...:)”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mereka siap dengan kekalahan, sama siapnya menyambut hari kemenangan.”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mereka menjalani hidup dgn sebenar-benarnya hidup itu harus dijalani, mengalir apa adanya.”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tak peduli seberapa
menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biarkan waktu yang menjadi
obat.”
― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mengerti bahwa memaafkan itu proses yang menyakitkan. MEngerti,
walau menyakitkan itu harus dilalui agar langkah kita menjadi jauh lebih
ringan. Ketahuilah, memaafkan orang lain sebenarnya jauh lebih mudah
dibandingkan memaafkan diri sendiri.”
― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Tak Peduli seberapa membahagiakan atau menyedihkan, hidup harus
terus berlanjut. Waktulah yang selalu menepati janji dan berbaik hati
mengobati segalanya.”
― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang
tertikam belati sedih. salah satunya dengan menerjemahkan banyak hal
yang menghiasi dunia dengan cara tak lazim. saat melihat gumpalan awan
di angkasa. saat menyimak wajah-wajah lelah pulang kerja. saat menyimak
tampias air yang membuat bekas di langit-langit kamar. dengan pemahaman
secara berbeda maka kalian akan merasakan sesuatu yang berbeda pula.
memberikan kebahagiaan utuh -yang jarang disadari- atas makna detik demi
detik kehidupan.”
― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“sungguh tidak ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang”
― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Aku harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali
kerinduan itu muncul. Ya Tuhan, berat sekali melakukannya…. Sungguh
berat, karena itu berarti aku harus menikam hatiku setiap detik.”
― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”
― Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Tapi apalagi yang membuat hati berdesir selain pertemuan yang tidak disengaja ?”
― Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.”
― Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”
― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya
sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan
hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang
menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul
yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Kebaikan itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat.”
― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus
mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman
yang tulus.
Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia
jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi
entah kemana.”
― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau
diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti
itu, menyakitkan.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan
gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau
kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa
mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi
lebih penting, kita bersarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau
cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu
seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan
dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit,
gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika.
Perasaan adalah perasaan.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di
tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit,
kehilangan selera makan, kehilangan semangat, hebat sekali benda bernama
perasaan itu, dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap
padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu
jadi buram padahal dunia sedang terang benderang”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku
tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan,
tentang bercakap dengan seorang yang diam-diam kau kagumi. Tapi soer
ini, meski dengan menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen
penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang
terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya,
sore itu juga menjadi sore perpisahanku, persis ketika perasaan itu
mulai muncul kecambahnya.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan,
nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang
mengaku sedang dirudung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan
cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak
usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan
memberikan jalan baiknya.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Nah, walau tiga suku bangsa ini punya kampung sendiri, kampung Cina,
kampung Dayak, dan kampung Melayu, kehidupan di Pontianak berjalan
damai. Cobalah datang ke salah satu rumah makan terkenal di kota
Pontianak, kalian dengan mudah akan menemukan tiga suku ini sibuk
berbual, berdebat, lantas tertawa bersama—bahkan saling traktir. “Siapa
di sini yang berani bilang Koh Acong bukan penduduk asli Pontianak?”
demikian Pak Tua bertanya takzim.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Perasaan adalah perasaan, Borno. Orang seperti kau, lebih suka
rusuh dengan perasaan itu sendiri. Rusuh dengan harapan, semoga besok
bertemu, semoga besok ada penjelasan baiknya. Semoga. Semoga.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Jika dia memutuskan untuk pergi menjauh, itu berarti sudah saatnya
kau memulai kesempatan baru. Percayalah, jika dia memang cinta sejati
kau, mau semenyakitkan apa pun, mau seberapa sulit liku yang harus
dilalui, dia tetap akan bersama kau kelak, suatu saat nanti. Langit
selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi
hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap
perasaan riang.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Buku yang baik tidak pernah dilihat dari sampulnya, bukan?”
― Tere Liye, Eliana
“Anak kijang loncat berlari.
Senang bermain di padang ilalang.
Dasar kau seorang pencuri.
Mencuri hatiku bukan kepalang.”
― Tere Liye, Eliana
“Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka
setidaknya, janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa
berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang.
Dukung orang orang yang mengajak pada kebaikan dengan segala
keterbatasan. Itu lebih baik.”
― Tere Liye, Eliana
“Tidak semua yang kita inginkan harus terjadi seketika. Kita tidak hidup di dunia dongeng.”
― Tere Liye, Eliana
Tidak selalu yang kita pikirkan itu benar. Tidak selalu yang kita
sangkakan itu kebenaran. Kalau kita tidak mengerti alasan sebenarnya
bukan berarti semua jadi buruk dan salah menurut versi kita sendiri.”
--Tere Liye, novel Eliana
“Cinta bukan sekedar memaafkan. cinta bukan sekedar soal menerima
apa adanya. cinta adalah harga diri. cinta adalah rasionalitas sempurna.
Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak
masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu
akan kembali menganga. kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi
di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu
boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut. tidak
lebih, tidak kurang”
― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru
“Kau tidak harus minta maaf. Meskipun seharusnya kau tahu, sehari
setelah kau memutuskan pergi, aku telah membujuk hatiku agar tegar.
Tetapi percuma. Menyakitkan. Semua itu membuat sesak. Kalimat itu
mungkin benar, ada seseorang dalam hidupmu yang ketika ia pergi, maka ia
juga membawa sepotong hatimu. Alysa, kau pergi. Dan kau bahkan membawa
lebih dari separuh hatiku.”
― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru
"Maka saat kebenaran itu datang, ia bagai embun yang terkena cahaya
matahari. Bagai debu yang disiram air. Musnah sudah semua
harapan-harapan palsu itu. Menyisakan kesedihan. Salah siapa? Mau
menyalahkan orang lain?"
― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru
“Suatu saat jika kau beruntung menemukan cinta sejatimu. Ketika
kalian saling bertatap untuk pertama kalinya, waktu akan berhenti.
Seluruh semesta alam takzim menyampaikan salam. Ada cahaya keindahan
yang menyemburat, meggetarkan jantung. Hanya orang - orang yang
beruntung yang bisa melihat cahaya itu, apalagi berkesempatan bisa
merasakannya.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“..ajarkan aku untuk selalu memiliki hati yang cantik, hati yang
cantik… Tidak peduli meski orang-orang tidak pernah sekali pun menyadari
kecantikan hati tersebut.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ya Tuhan, aku sempurna tertikam oleh ilusiku sendiri. Pengkhianatan oleh hatiku yang sibuk meguntai simpul pertanda cinta.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Mungkin ada benarnya juga buku - buku itu bilang. Orang - orang
yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh
hatinya sendiri.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Percayalah, hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita
lagi sedih banget tapi nggak ada satupun teman untuk berbagi. Hal yang
paling menyakitkan adalah saat kita lagi happy banget tapi justru nggak
ada sat pun tema untuk membagi kebahagiaan tersebut.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek, apakah cinta itu memberi, seperti yang selalu Kakek lakukan saat memberi makan ayam - ayam?"
"Tidak. Karena kau selalu bisa memberi tanpa sedikitpun memiliki
perasaan cinta, tetapi kau takkan pernah bisa mencintai tanpa selalu
memberi.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ya, cinta seperti hantu. Semua orang membicarakannya, tetapi sedikir sekali yang benar - benar pernah melihatnya.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek, apakah cinta itu seperti musik?"
"Ya. Ia seperti musik, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek, dari kota manakah cinta datang?"
"Tidak ada yang tahu, Sayang. Cinta sejati datang begitu saja, tanpa satu alasan apapun yang jelas!”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa
dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan
bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah
lazim seseorang jatuh cinta lagi padahal sebelumya sudah berjuta kali
bilang ke pasangan - pasangan lamanya, "Ia adalah cinta sejatiku!”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek apakah cinta sesejuk air sungai ini?"
"Ya. Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan
terus mengalir. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin
lama semakin besar karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang
bertemu. Begitu juga cinta, semakin lama mengalir semakin besar batang
perasaannya."
"Kalau begitu ujung sungai ini pasti ujung cinta itu?"
"Cinta sejati adalah perjalanan, Sayang. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakeknya berbohong. Cinta tidak seperti air sungai, sejuk, dan
menyenangkan. Baginya, sekarang cinta lebih sepert moncong meriam.
Sesaat lalu melontarkannya tinggi sekali hingga ke atas awan, tetapi
sekejap kemudian menghujamkannya dalam - dalam ke perut bumi.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Tidak seperti waktu, relativitas nasib sudah diterjemahkan dengan
maju oleh manusia di seluruh muka bumi melalui ukuran tertentu, yang
sayang sekali ukuran tersebut mutlak berasal dari kesepakatan mereka.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Lantas aku apa? Cillean Filleta? Makhluk yang tidak memerlukan
pasangan untuk bereproduksi selama hidupnya? Makhluk yang ditakdirkan
jomblo sepanjang usianya? Hiks!”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Cinta memang tidak pernah adil," keluhnya terluka.”
― Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ketika satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan yang terjadi hanya
level rendah, perampokan, mabuk-mabukan, atau tawuran. Kaum proletar
seperti ini mudah diatasi, tidak sistematis dan jelas tidak memiliki
visi misi, tinggal digertak, beres. Bayangkan ketika kota dipenuhi orang
yang terlalu kaya, dan terus rakus menelan sumber daya di sekitarnya.
Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja untuk menjadi kepanjangan
tangan, tidak takut dengan apapun. Sungguh tidak ada yang bisa
menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang merusak mereka.”
― Tere Liye, Negeri Para Bedebah
“...Penjelasan akan tiba pada waktu yg pas, tempat yg cocok, dan dari orang yg tepat.”
― Tere Liye, Negeri Di Ujung Tanduk
“Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal,
yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu
yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika
dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang
berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya.
“Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang
kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa
bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang
berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh."
--Negeri Di Ujung Tanduk, novel paling baru Tere Liye
0 komentar:
Posting Komentar